![]() |
| Habib Bahar bin Smith |
RIAUEXPRES.COM - Sikap tegas Habib Bahar bin Smith soal konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, yang mendapat sorotan berbagai pihak terutama warga menolak direlokasi.
Pernyataan tegas Habib Bahar bin Smith soal konflik agraria di Pulau Rempang itu disampaikannya dalam sebuah ceramahnya di hadapan para jamaah.
Dalam ceramahnya itu, Habib Bahar mengingatkan soal perkara hak-hak sesama muslim, dan peringatan keras terhadap harta serta kehormatan.
"Nabi Muhammad SAW beliau bersabda ketika pada hari nahr atau pada tanggal 10 Dzulhijjah atau tepatnya ketika Idul Adha ketika Haji yang terakhir, ketika itu beliau berkhotbah di hadapan manusia," ucapnya dilansir Youtube Sayyid Bahar bin Sumaith Official.
"Beliau berkata hari apa ini? para sahabat umat yang ada ketika itu, mereka menjawab Yaumul haram Hari ini adalah hari haram," ujarnya.
Kemudian Nabi Muhammad kembali bertanya, tanah apa ini? Para sahabat menjawab, ini tanah adalah tanah haram.
Nabi Muhammad kemudian kembali bertanya, bulan apa ini? Para sahabat menjawab bahwa ini adalah bulan haram, syahrul haram.
"Kemudian Nabi Muhammad berkata sesungguhnya darah-darah kalian, harta benda kalian, kehormatan-kehormatan kalian, itu haram atas sesama kalian, yakni kalian haram menumpahkan darah sesama kalian, kalian haram merampas harta, merampas hak sesama kalian."
"Kalian haram menjatuhkan kehormatan sesama kalian, sebagaimana haramnya hari ini sebagaimana haramnya tanah ini, dan sebagaimana haramnya bulan."
Mantan tokoh FPI ini menerangkan soal hadist yang menjelaskan akan larangan, akan haramnya menjatuhkan darah yang tidak halal.
"Merampas harta, merampas hak, merampas rumah, merampas benda, merampas tanah sesama kalian tanpa hak dengan cara yang dzolim," jelasnya.
Pada kesempatan ceramah itu pula, kembali mengingatkan soal konflik lahan yang terjadi di Pulau Rempang, Batam.
"Saudara-saudara kita yang ada di Rempang Batam, itu warga Melayu, bangsa Melayu di Rempang yang di mana harta mereka, tanah mereka, rumah mereka yang telah mereka tinggali selama ratusan tahun," ucapnya dengan berapi-api.
"Tanah buyut mereka, tanah leluhur mereka akan dirampas, siapa yang merampas? Mengaku-mengaku atas nama negara, atas nama pemerintah. Atas nama negara tapi merampas tanah rakyat, atas nama negara tetapi mendzolimi rakyat," teriak dengan suara yang keras.
Dilansir laman tvOne, diketahui, konflik agraria di Pulau Rempang menjadi pemicu warga meradang, lahan seluas 7.572 hektar di Pulau ini menjadi target lahan proyek strategis nasional dan akan dibangun pabrik kaca milik perusahaan China Xinyi Group dalam kawasan Rempang Eco-Park.
Kerjasama ini pun diperkirakan akan mampu menarik investasi hingga ratusan triliun rupiah.
Namun di balik rencana tersebut pemerintah dan investor harus berhadapan dengan warga yang tinggal di 16 kampung adat Melayu. Mereka menolak keras pembangunan proyek tersebut.
Aksi demo besar-besaran tak terhindarkan, hingga menyebabkan bentrokan antara warga Pulau Rempang dengan aparat di kantor BP Batam.
Warga Rempang melakukan unjuk rasa karena menolak rencana relokasi penduduk Pulau Rempang, Batam yang berjumlah kurang lebih 7.500 jiwa karena adanya proyek pembangunan Rempang Eco-City. ***

Posting Komentar