![]() |
| Kreator konten Sherly Annavita mendapatkan teror usai bersuara tentang penanganan pemerintah dalam menyelesaikan bencana Sumatera, khususnya di Aceh. |
ANDALASNOW.COM - Sejumlah influencer dan aktivis yang kerap mengkritik pemerintah di media sosial paska banjir bandang yang meluluhlantakkan tiga provinsi di Sumatera, yakni Aceh, Sumut dan Sumbar, menapat teror dari orang tak dikenal (OTK).
Salah satunya adalah Iqbal Damanik, yang merupakan Manajer Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia.
Pada Selasa, 30 Desember 2025, rumah kediaman Iqbal dilempari bangkai ayam dan secarik kertas yang diikat pada kaki ayam tersebut bertuliskan "JAGALAH UCAPANMU APABILA ANDA INGIN MENJAGA KELUARGAMU, MULUTMU HARIMAUMU".
Dilansir dari laman Greenpeace Indonesia, Iqbal mengaku sempat mendengar suara 'gedebuk' di teras rumah pada Selasa dini hari.
Namun, baru sekitar pukul 05.30 WIB, anggota keluarga Iqbal menemukan bangkai ayam tersebut. Iqbal lantas memeriksa sambil membuat dokumentasi atas kiriman tersebut.
Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, menduga kiriman tersebut sebagai bentuk teror terhadap kerja-kerja Iqbal sebagai pengkampanye Greenpeace.
Selain Iqbal, teror juga dengan pola serupa juga menimpa masyarakat sipil, jurnalis, dan pegiat media sosial dalam beberapa waktu belakangan.
Lewat media sosialnya, disjoki asal Aceh, DJ Donny, mengabarkan dirinya juga mendapat kiriman bangkai ayam.
Kemudian kreator konten asal Aceh, Sherly Annavita, mengunggah kabar tentang vandalisme di mobil pribadi serta kiriman sekantung telur busuk ke tempat tinggalnya.
Seperti Iqbal, keduanya juga menerima surat bernada mengancam.
"Sulit untuk tak mengaitkan kiriman bangkai ayam ini dengan upaya pembungkaman terhadap orang-orang yang gencar menyampaikan kritik atas situasi Indonesia saat ini," kata Leonard.
"Ada satu kemiripan pola yang kami amati, sehingga kami menilai ini teror yang terjadi sistematis terhadap orang-orang yang belakangan banyak mengkritik pemerintah ihwal penanganan bencana Sumatera," sambungnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, Iqbal melalui akun media sosial pribadinya kerap menayangkan unggahan tentang banjir Sumatera dan respons lambat pemerintah dalam menangani bencana tersebut.
Selain itu, beberapa juru kampanye Greenpeace juga banyak bersuara lewat wawancara media maupun media sosial.
Berbagai pernyataan tersebut berangkat dari temuan tim yang pergi ke lapangan pascabencana, serta temuan dan analisis Greenpeace.
Namun, Iqbal banyak menerima serangan di kolom komentar unggahan media sosialnya, juga pesan bernada ancaman lewat direct message Instagram dalam beberapa waktu terakhir.
"Kritik publik, termasuk pengkampanye kami, terhadap cara pemerintah menangani banjir Sumatera ini sebenarnya lahir dari keprihatinan dan solidaritas terhadap para korban. Apalagi di balik banjir Sumatera ini ada persoalan perusakan lingkungan, yakni deforestasi dan alih fungsi lahan yang terjadi menahun, yang terjadi atas andil pemerintah juga," tutur Leonard.
"Belum lagi pemerintahan Prabowo malah akan membuka jutaan hektare lahan di Papua yang bakal merugikan Masyarakat Adat dan memperburuk dampak krisis iklim," sambungnya.
Greenpeace Indonesia mengecam upaya teror terhadap masyarakat sipil, mulai dari aktivis, jurnalis, hingga pegiat media sosial yang semakin marak.
Leonard menilai kritik publik semestinya tidak diperlakukan sebagai ancaman, melainkan ekspresi demokrasi dan pengingat bagi kekuasaan untuk tetap akuntabel. Dia menegaskan kebebasan berbicara merupakan hak yang dijamin dalam konstitusi.
"Upaya teror tak akan membuat kami gentar. Greenpeace akan terus bersuara untuk keadilan iklim, HAM, dan demokrasi," pungkas Leonard.***

Posting Komentar